Batagor adalah makanan indonesia khas bandung, jawa barat. batagor diciptakan oleh seorang pria bernama isan asal bandung. pada awalnya isan adalah seorang pengangguran untuk mengisi kekosongannya isan memutuskan untuk ikut jualan bakso keliling. satu hari jualan isan tidak habis terjual dan isan tau jika dagangannya tidak bisa dijual lagi besok karna pasti akan basi.
saat itu isan berpikir kritis saja baso tahu kuskus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di gang situ dan ternyata mereka menyukainya. isan pun berfikir untuk menjual baso tahu gorengnya itu dengan nama batagor. mulai darisitu batagor mulai banyak di kenal oleh masyaraat indonesia dan menjadi makanan khas bandung.
tetangga
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
tetangga
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
tetangga
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b458
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b458
ini tulisan Herry Dim, saya posting untuk menambah pengetahuan tentang
Bandung
Bermula dari seorang bernama Isan yang memulai usaha baru di rumah
kontraknya, Gang Situ Saeur, Bandung, pada perkiraan tahun 1970-1980an.
Isan muda adalah anak perantauan asal Purwokerto (Jawa Tengah) yang
mengadu nasib ke kota Bandung dengan niat mencari pekerjaan.
Ternyata mencari pekerjaan di Bandung tidaklah mudah, sementara Isan pun
menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bekal pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai. Ia sempat lontang lantung selama tiga bulan
tanpa ada yang mau menerimanya bekerja.
Sekadar untuk mengisi waktu dan tidak menganggur,Isan memutuskan untuk
ikut jualan baso keliling. Selama bertahun-tahun Isan melakoni
masuk-keluar gang dengan pikulan dagangannya. Suatu ketika Isan
mengalami dalam seharian itu dagangan tidak habis. Yang segera
terpikirkan bahwa tentu dagangannya tak bisa dijual lagi keesokan
harinya karena dipastikan telah basi. Untuk membuang dagangannya yang
tak laku itu pun dirasakannya berat dan tentu saja sayang.
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis
itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara
cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ
Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir
praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng,
hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para
tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo,
Bandung. 74
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir
praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng,
hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para
tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo,
Bandung. 74
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir
praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng,
hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para
tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo,
Bandung. 74
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir
praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng,
hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para
tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo,
Bandung. 74
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir
praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng,
hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para
tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo,
Bandung. 74
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir
praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng,
hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para
tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo,
Bandung. 74
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir
praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng,
hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para
tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo,
Bandung. 74
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir
praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng,
hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para
tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo,
Bandung. 74
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir
praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng,
hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para
tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo,
Bandung. 74
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir
praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng,
hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para
tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo,
Bandung. 74
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir
praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng,
hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para
tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo,
Bandung. 74
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir
praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng,
hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para
tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo,
Bandung. 74
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir
praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng,
hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para
tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo,
Bandung. 74
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Bbata bkjhdfiBermula dari seorang
bernama Isan yang memulai usaha baru di rumah kontraknya, Gang Situ
Saeur, Bandung, pada perkiraan tahun 1970-1980an. Isan muda adalah anak
perantauan asal Purwokerto (Jawa Tengah) yang mengadu nasib ke kota
Bandung dengan niat mencari pekerjaan.
Ternyata mencari pekerjaan di Bandung tidaklah mudah, sementara Isan pun
menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bekal pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai. Ia sempat lontang lantung selama tiga bulan
tanpa ada yang mau menerimanya bekerja.
Sekadar untuk mengisi waktu dan tidak menganggur,Isan memutuskan untuk
ikut jualan baso keliling. Selama bertahun-tahun Isan melakoni
masuk-keluar gang dengan pikulan dagangannya. Suatu ketika Isan
mengalami dalam seharian itu dagangan tidak habis. Yang segera
terpikirkan bahwa tentu dagangannya tak bisa dijual lagi keesokan
harinya karena dipastikan telah basi. Untuk membuang dagangannya yang
tak laku itu pun dirasakannya berat dan tentu saja sayang.
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis
itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara
cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ
Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74
Berbagi atau setiap mengalami dagangannya tak habis terjual kemudian
menggoreng dan membagikannya kepada para tetangga pun terus menjadi
tradisi yang dilakukan Isan bertahun-tahun Sikap kedermawanan Isan
kepada tetangga kian dikenal, dan rupanya para tetangga sudah mulai
ketagihan oleh baso gorengnya. Maka ketika dagangan baso kukusnya laris,
teman dan para tetangganya kerapmenanyakan baso tahu goreng yang
biasanya ia bagi-bagikan itu.
Di kemudian hari bahkan di antara mereka bermaksud membeli dan/atau
tidak mau lagi mendapatkan gratisan. Sejak itu pula Isan atau pun para
tetangga menyebut baso tahu goreng bikinan Isan itu dengan akronim
“batagor.”
Isan belakangan memutuskan untuk mulai merintis menjual baso tahu kukus
yang digoreng pada tahun 1968. Setelah beberapa lama usaha rintisannya
itu berjalan, pembeli dan pelanggannya ternyata kian berkembang, Isan
mulai merasa kerepotan dalam hal proses dua tahap yaitu membuat terlebih
dahulu baso tahu kukus baru kemudian menggorengnya. Isan melakukan
percobaan dan kemudian mengubah cara, yaitu dengan mematangkan tanpa
dikukus terlebih dahulu, melainkan dari adonan mentahnya langsung
digoreng. Moda atau teknik inilah yang kemudian menjadi acuan umum
pembuatan batagor.
Usaha Isan pun kian berkembang, tak hanya masyarakat sekitar bahkan
orang-orang dari daerah yang berjauhan pun mulai berdatangan untuk
menikmati batagornya. Mulai pada tahun 1985 warung di tempat
kontrakannya dirasakan tak memadai lagi untuk bisa menampung pelanggan,
Isan kemudian pindah ke jalan Bojongloa No. 38 yaitu ke sebuah rumah
yang relatif lebih luas.
Usaha batagor Isan kian berkembang, dari hasil dagangnya antara lain ia
berkesempatan dua kali ke tanah suci yaitu pada tahun 1991 dan 2003.
Sepulang dari ibadah haji, merk dagangnya yang semula Batagor Isan
diubah menjadi Batagor H. Isan, seperti yang kita kenal sekarang. H.
Isan wafat pada tahun 2010 dalam usia 79 tahun, usaha dagannya
diserahkan kepada salah satu keponakannya yaitu H. Suwarto karena H.
Isan tidak memiliki anak kandung.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Bermula dari seorang
bernama Isan yang memulai usaha baru di rumah kontraknya, Gang Situ
Saeur, Bandung, pada perkiraan tahun 1970-1980an. Isan muda adalah anak
perantauan asal Purwokerto (Jawa Tengah) yang mengadu nasib ke kota
Bandung dengan niat mencari pekerjaan.
Ternyata mencari pekerjaan di Bandung tidaklah mudah, sementara Isan pun
menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bekal pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai. Ia sempat lontang lantung selama tiga bulan
tanpa ada yang mau menerimanya bekerja.
Sekadar untuk mengisi waktu dan tidak menganggur,Isan memutuskan untuk
ikut jualan baso keliling. Selama bertahun-tahun Isan melakoni
masuk-keluar gang dengan pikulan dagangannya. Suatu ketika Isan
mengalami dalam seharian itu dagangan tidak habis. Yang segera
terpikirkan bahwa tentu dagangannya tak bisa dijual lagi keesokan
harinya karena dipastikan telah basi. Untuk membuang dagangannya yang
tak laku itu pun dirasakannya berat dan tentu saja sayang.
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis
itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara
cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ
Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74
Berbagi atau setiap mengalami dagangannya tak habis terjual kemudian
menggoreng dan membagikannya kepada para tetangga pun terus menjadi
tradisi yang dilakukan Isan bertahun-tahun Sikap kedermawanan Isan
kepada tetangga kian dikenal, dan rupanya para tetangga sudah mulai
ketagihan oleh baso gorengnya. Maka ketika dagangan baso kukusnya laris,
teman dan para tetangganya kerapmenanyakan baso tahu goreng yang
biasanya ia bagi-bagikan itu.
Di kemudian hari bahkan di antara mereka bermaksud membeli dan/atau
tidak mau lagi mendapatkan gratisan. Sejak itu pula Isan atau pun para
tetangga menyebut baso tahu goreng bikinan Isan itu dengan akronim
“batagor.”
Isan belakangan memutuskan untuk mulai merintis menjual baso tahu kukus
yang digoreng pada tahun 1968. Setelah beberapa lama usaha rintisannya
itu berjalan, pembeli dan pelanggannya ternyata kian berkembang, Isan
mulai merasa kerepotan dalam hal proses dua tahap yaitu membuat terlebih
dahulu baso tahu kukus baru kemudian menggorengnya. Isan melakukan
percobaan dan kemudian mengubah cara, yaitu dengan mematangkan tanpa
dikukus terlebih dahulu, melainkan dari adonan mentahnya langsung
digoreng. Moda atau teknik inilah yang kemudian menjadi acuan umum
pembuatan batagor.
Usaha Isan pun kian berkembang, tak hanya masyarakat sekitar bahkan
orang-orang dari daerah yang berjauhan pun mulai berdatangan untuk
menikmati batagornya. Mulai pada tahun 1985 warung di tempat
kontrakannya dirasakan tak memadai lagi untuk bisa menampung pelanggan,
Isan kemudian pindah ke jalan Bojongloa No. 38 yaitu ke sebuah rumah
yang relatif lebih luas.
Usaha batagor Isan kian berkembang, dari hasil dagangnya antara lain ia
berkesempatan dua kali ke tanah suci yaitu pada tahun 1991 dan 2003.
Sepulang dari ibadah haji, merk dagangnya yang semula Batagor Isan
diubah menjadi Batagor H. Isan, seperti yang kita kenal sekarang. H.
Isan wafat pada tahun 2010 dalam usia 79 tahun, usaha dagannya
diserahkan kepada salah satu keponakannya yaitu H. Suwarto karena H.
Isan tidak memiliki anak kandung.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Bermula dari seorang
bernama Isan yang memulai usaha baru di rumah kontraknya, Gang Situ
Saeur, Bandung, pada perkiraan tahun 1970-1980an. Isan muda adalah anak
perantauan asal Purwokerto (Jawa Tengah) yang mengadu nasib ke kota
Bandung dengan niat mencari pekerjaan.
Ternyata mencari pekerjaan di Bandung tidaklah mudah, sementara Isan pun
menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bekal pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai. Ia sempat lontang lantung selama tiga bulan
tanpa ada yang mau menerimanya bekerja.
Sekadar untuk mengisi waktu dan tidak menganggur,Isan memutuskan untuk
ikut jualan baso keliling. Selama bertahun-tahun Isan melakoni
masuk-keluar gang dengan pikulan dagangannya. Suatu ketika Isan
mengalami dalam seharian itu dagangan tidak habis. Yang segera
terpikirkan bahwa tentu dagangannya tak bisa dijual lagi keesokan
harinya karena dipastikan telah basi. Untuk membuang dagangannya yang
tak laku itu pun dirasakannya berat dan tentu saja sayang.
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis
itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara
cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ
Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74
Berbagi atau setiap mengalami dagangannya tak habis terjual kemudian
menggoreng dan membagikannya kepada para tetangga pun terus menjadi
tradisi yang dilakukan Isan bertahun-tahun Sikap kedermawanan Isan
kepada tetangga kian dikenal, dan rupanya para tetangga sudah mulai
ketagihan oleh baso gorengnya. Maka ketika dagangan baso kukusnya laris,
teman dan para tetangganya kerapmenanyakan baso tahu goreng yang
biasanya ia bagi-bagikan itu.
Di kemudian hari bahkan di antara mereka bermaksud membeli dan/atau
tidak mau lagi mendapatkan gratisan. Sejak itu pula Isan atau pun para
tetangga menyebut baso tahu goreng bikinan Isan itu dengan akronim
“batagor.”
Isan belakangan memutuskan untuk mulai merintis menjual baso tahu kukus
yang digoreng pada tahun 1968. Setelah beberapa lama usaha rintisannya
itu berjalan, pembeli dan pelanggannya ternyata kian berkembang, Isan
mulai merasa kerepotan dalam hal proses dua tahap yaitu membuat terlebih
dahulu baso tahu kukus baru kemudian menggorengnya. Isan melakukan
percobaan dan kemudian mengubah cara, yaitu dengan mematangkan tanpa
dikukus terlebih dahulu, melainkan dari adonan mentahnya langsung
digoreng. Moda atau teknik inilah yang kemudian menjadi acuan umum
pembuatan batagor.
Usaha Isan pun kian berkembang, tak hanya masyarakat sekitar bahkan
orang-orang dari daerah yang berjauhan pun mulai berdatangan untuk
menikmati batagornya. Mulai pada tahun 1985 warung di tempat
kontrakannya dirasakan tak memadai lagi untuk bisa menampung pelanggan,
Isan kemudian pindah ke jalan Bojongloa No. 38 yaitu ke sebuah rumah
yang relatif lebih luas.
Usaha batagor Isan kian berkembang, dari hasil dagangnya antara lain ia
berkesempatan dua kali ke tanah suci yaitu pada tahun 1991 dan 2003.
Sepulang dari ibadah haji, merk dagangnya yang semula Batagor Isan
diubah menjadi Batagor H. Isan, seperti yang kita kenal sekarang. H.
Isan wafat pada tahun 2010 dalam usia 79 tahun, usaha dagannya
diserahkan kepada salah satu keponakannya yaitu H. Suwarto karena H.
Isan tidak memiliki anak kandung.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Bermula dari seorang
bernama Isan yang memulai usaha baru di rumah kontraknya, Gang Situ
Saeur, Bandung, pada perkiraan tahun 1970-1980an. Isan muda adalah anak
perantauan asal Purwokerto (Jawa Tengah) yang mengadu nasib ke kota
Bandung dengan niat mencari pekerjaan.
Ternyata mencari pekerjaan di Bandung tidaklah mudah, sementara Isan pun
menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bekal pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai. Ia sempat lontang lantung selama tiga bulan
tanpa ada yang mau menerimanya bekerja.
Sekadar untuk mengisi waktu dan tidak menganggur,Isan memutuskan untuk
ikut jualan baso keliling. Selama bertahun-tahun Isan melakoni
masuk-keluar gang dengan pikulan dagangannya. Suatu ketika Isan
mengalami dalam seharian itu dagangan tidak habis. Yang segera
terpikirkan bahwa tentu dagangannya tak bisa dijual lagi keesokan
harinya karena dipastikan telah basi. Untuk membuang dagangannya yang
tak laku itu pun dirasakannya berat dan tentu saja sayang.
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis
itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara
cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ
Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74
Berbagi atau setiap mengalami dagangannya tak habis terjual kemudian
menggoreng dan membagikannya kepada para tetangga pun terus menjadi
tradisi yang dilakukan Isan bertahun-tahun Sikap kedermawanan Isan
kepada tetangga kian dikenal, dan rupanya para tetangga sudah mulai
ketagihan oleh baso gorengnya. Maka ketika dagangan baso kukusnya laris,
teman dan para tetangganya kerapmenanyakan baso tahu goreng yang
biasanya ia bagi-bagikan itu.
Di kemudian hari bahkan di antara mereka bermaksud membeli dan/atau
tidak mau lagi mendapatkan gratisan. Sejak itu pula Isan atau pun para
tetangga menyebut baso tahu goreng bikinan Isan itu dengan akronim
“batagor.”
Isan belakangan memutuskan untuk mulai merintis menjual baso tahu kukus
yang digoreng pada tahun 1968. Setelah beberapa lama usaha rintisannya
itu berjalan, pembeli dan pelanggannya ternyata kian berkembang, Isan
mulai merasa kerepotan dalam hal proses dua tahap yaitu membuat terlebih
dahulu baso tahu kukus baru kemudian menggorengnya. Isan melakukan
percobaan dan kemudian mengubah cara, yaitu dengan mematangkan tanpa
dikukus terlebih dahulu, melainkan dari adonan mentahnya langsung
digoreng. Moda atau teknik inilah yang kemudian menjadi acuan umum
pembuatan batagor.
Usaha Isan pun kian berkembang, tak hanya masyarakat sekitar bahkan
orang-orang dari daerah yang berjauhan pun mulai berdatangan untuk
menikmati batagornya. Mulai pada tahun 1985 warung di tempat
kontrakannya dirasakan tak memadai lagi untuk bisa menampung pelanggan,
Isan kemudian pindah ke jalan Bojongloa No. 38 yaitu ke sebuah rumah
yang relatif lebih luas.
Usaha batagor Isan kian berkembang, dari hasil dagangnya antara lain ia
berkesempatan dua kali ke tanah suci yaitu pada tahun 1991 dan 2003.
Sepulang dari ibadah haji, merk dagangnya yang semula Batagor Isan
diubah menjadi Batagor H. Isan, seperti yang kita kenal sekarang. H.
Isan wafat pada tahun 2010 dalam usia 79 tahun, usaha dagannya
diserahkan kepada salah satu keponakannya yaitu H. Suwarto karena H.
Isan tidak memiliki anak kandung.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Bermula dari seorang
bernama Isan yang memulai usaha baru di rumah kontraknya, Gang Situ
Saeur, Bandung, pada perkiraan tahun 1970-1980an. Isan muda adalah anak
perantauan asal Purwokerto (Jawa Tengah) yang mengadu nasib ke kota
Bandung dengan niat mencari pekerjaan.
Ternyata mencari pekerjaan di Bandung tidaklah mudah, sementara Isan pun
menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bekal pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai. Ia sempat lontang lantung selama tiga bulan
tanpa ada yang mau menerimanya bekerja.
Sekadar untuk mengisi waktu dan tidak menganggur,Isan memutuskan untuk
ikut jualan baso keliling. Selama bertahun-tahun Isan melakoni
masuk-keluar gang dengan pikulan dagangannya. Suatu ketika Isan
mengalami dalam seharian itu dagangan tidak habis. Yang segera
terpikirkan bahwa tentu dagangannya tak bisa dijual lagi keesokan
harinya karena dipastikan telah basi. Untuk membuang dagangannya yang
tak laku itu pun dirasakannya berat dan tentu saja sayang.
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis
itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara
cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ
Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74
Berbagi atau setiap mengalami dagangannya tak habis terjual kemudian
menggoreng dan membagikannya kepada para tetangga pun terus menjadi
tradisi yang dilakukan Isan bertahun-tahun Sikap kedermawanan Isan
kepada tetangga kian dikenal, dan rupanya para tetangga sudah mulai
ketagihan oleh baso gorengnya. Maka ketika dagangan baso kukusnya laris,
teman dan para tetangganya kerapmenanyakan baso tahu goreng yang
biasanya ia bagi-bagikan itu.
Di kemudian hari bahkan di antara mereka bermaksud membeli dan/atau
tidak mau lagi mendapatkan gratisan. Sejak itu pula Isan atau pun para
tetangga menyebut baso tahu goreng bikinan Isan itu dengan akronim
“batagor.”
Isan belakangan memutuskan untuk mulai merintis menjual baso tahu kukus
yang digoreng pada tahun 1968. Setelah beberapa lama usaha rintisannya
itu berjalan, pembeli dan pelanggannya ternyata kian berkembang, Isan
mulai merasa kerepotan dalam hal proses dua tahap yaitu membuat terlebih
dahulu baso tahu kukus baru kemudian menggorengnya. Isan melakukan
percobaan dan kemudian mengubah cara, yaitu dengan mematangkan tanpa
dikukus terlebih dahulu, melainkan dari adonan mentahnya langsung
digoreng. Moda atau teknik inilah yang kemudian menjadi acuan umum
pembuatan batagor.
Usaha Isan pun kian berkembang, tak hanya masyarakat sekitar bahkan
orang-orang dari daerah yang berjauhan pun mulai berdatangan untuk
menikmati batagornya. Mulai pada tahun 1985 warung di tempat
kontrakannya dirasakan tak memadai lagi untuk bisa menampung pelanggan,
Isan kemudian pindah ke jalan Bojongloa No. 38 yaitu ke sebuah rumah
yang relatif lebih luas.
Usaha batagor Isan kian berkembang, dari hasil dagangnya antara lain ia
berkesempatan dua kali ke tanah suci yaitu pada tahun 1991 dan 2003.
Sepulang dari ibadah haji, merk dagangnya yang semula Batagor Isan
diubah menjadi Batagor H. Isan, seperti yang kita kenal sekarang. H.
Isan wafat pada tahun 2010 dalam usia 79 tahun, usaha dagannya
diserahkan kepada salah satu keponakannya yaitu H. Suwarto karena H.
Isan tidak memiliki anak kandung.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589v
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589v
Bermula dari seorang
bernama Isan yang memulai usaha baru di rumah kontraknya, Gang Situ
Saeur, Bandung, pada perkiraan tahun 1970-1980an. Isan muda adalah anak
perantauan asal Purwokerto (Jawa Tengah) yang mengadu nasib ke kota
Bandung dengan niat mencari pekerjaan.
Ternyata mencari pekerjaan di Bandung tidaklah mudah, sementara Isan pun
menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bekal pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai. Ia sempat lontang lantung selama tiga bulan
tanpa ada yang mau menerimanya bekerja.
Sekadar untuk mengisi waktu dan tidak menganggur,Isan memutuskan untuk
ikut jualan baso keliling. Selama bertahun-tahun Isan melakoni
masuk-keluar gang dengan pikulan dagangannya. Suatu ketika Isan
mengalami dalam seharian itu dagangan tidak habis. Yang segera
terpikirkan bahwa tentu dagangannya tak bisa dijual lagi keesokan
harinya karena dipastikan telah basi. Untuk membuang dagangannya yang
tak laku itu pun dirasakannya berat dan tentu saja sayang.
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis
itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara
cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ
Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74
Berbagi atau setiap mengalami dagangannya tak habis terjual kemudian
menggoreng dan membagikannya kepada para tetangga pun terus menjadi
tradisi yang dilakukan Isan bertahun-tahun Sikap kedermawanan Isan
kepada tetangga kian dikenal, dan rupanya para tetangga sudah mulai
ketagihan oleh baso gorengnya. Maka ketika dagangan baso kukusnya laris,
teman dan para tetangganya kerapmenanyakan baso tahu goreng yang
biasanya ia bagi-bagikan itu.
Di kemudian hari bahkan di antara mereka bermaksud membeli dan/atau
tidak mau lagi mendapatkan gratisan. Sejak itu pula Isan atau pun para
tetangga menyebut baso tahu goreng bikinan Isan itu dengan akronim
“batagor.”
Isan belakangan memutuskan untuk mulai merintis menjual baso tahu kukus
yang digoreng pada tahun 1968. Setelah beberapa lama usaha rintisannya
itu berjalan, pembeli dan pelanggannya ternyata kian berkembang, Isan
mulai merasa kerepotan dalam hal proses dua tahap yaitu membuat terlebih
dahulu baso tahu kukus baru kemudian menggorengnya. Isan melakukan
percobaan dan kemudian mengubah cara, yaitu dengan mematangkan tanpa
dikukus terlebih dahulu, melainkan dari adonan mentahnya langsung
digoreng. Moda atau teknik inilah yang kemudian menjadi acuan umum
pembuatan batagor.
Usaha Isan pun kian berkembang, tak hanya masyarakat sekitar bahkan
orang-orang dari daerah yang berjauhan pun mulai berdatangan untuk
menikmati batagornya. Mulai pada tahun 1985 warung di tempat
kontrakannya dirasakan tak memadai lagi untuk bisa menampung pelanggan,
Isan kemudian pindah ke jalan Bojongloa No. 38 yaitu ke sebuah rumah
yang relatif lebih luas.
Usaha batagor Isan kian berkembang, dari hasil dagangnya antara lain ia
berkesempatan dua kali ke tanah suci yaitu pada tahun 1991 dan 2003.
Sepulang dari ibadah haji, merk dagangnya yang semula Batagor Isan
diubah menjadi Batagor H. Isan, seperti yang kita kenal sekarang. H.
Isan wafat pada tahun 2010 dalam usia 79 tahun, usaha dagannya
diserahkan kepada salah satu keponakannya yaitu H. Suwarto karena H.
Isan tidak memiliki anak kandung.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
0 komentar:
Posting Komentar