Minggu, 10 April 2016

Batagor



Batagor (bakso tahu goreng) adalah jajanan khas Bandung yang mengadaptasi gaya Tionghoa-Indonesia dan kini sudah dikenal hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Secara umum, jajanan ini dibuat dari tahu yang dilembutkan diisi adonan berbahan Ikan tenggiri dan tepung tapioka lalu dibentuk menyerupai bola dengan digoreng dalam minyak panas selama beberapa menit hingga matang. Variasi lainnya yaitu siomay yang digoreng dan dihidangkan dengan batagor ditambah dengan bumbu kacang, kecap manis, sambal, dan air perasan jeruk nipissebagai pelengkap.

Jenis-jenis Batagor

saat ini di indonesia ada berbagai macam jenis batagor yang bisa kita nikmati dan dapatkan di seluruh indonesia ada batagor tahu,batagor tanpa ikan,batagor kering,batagor tahu tepung dan batagor kampung

Sabtu, 09 April 2016

Harga batagor Rawalumbu

batagor rawalumbu di jual dengan harga yang sanat terjangkau bahkan terbilang murah dan dapat di nikmati oleh semua usia dari anak kevil sampai orang dewasa. ulai dari harga Rp.2000/porsinya.

Riwayat Penjual

awalnya sang penjual hanya bekerja pada seseorang yang berjualan batagor. setiap paginya iya keliling dan mangkal di sekolahan dan di depan kelurahan. sampai akhirnya dia memutuskan untuk membuat usaha sendiri. akhirnya dia berjualan batagor sendiri dan kini penghasilannya dalam berjualan batagor bisa mencapai 100.00 perharinya

Cara Membuat Batagor





  1. Giling ayam fillet dan sebagian daun bawang, campurkan telur, gilingan ayam,daun bawang, bawang putih halus, tepung kanji, dan air Uleni
  2. Masukkan isian tadi ke dalam pangsit. Bentuk sesuai selera
  3. Goreng sampai kecokelatan. 
  4. goreng kacang
  5. setelah matang giling kacang sampai halus
  6. berikan sedikit air 
  7. tuangkan saus kacang ke atas batagor dan berikan perasan jeruk nipis
  8. batagor siap dinikmati

Bahan-bahan Batagor


secukupnya kulit lumpia isian:

  • 200 gr dada ayam fillet
  • 500 gr tepung kanji
  • 1 lbr daun bawang
  • 2 siung bawang putih
  • secukupnya garam
  • secukupnya merica
  • bumbu penyedap
  • inyak untuk menggoreng
  • secukupnya air
  • kacang
  • jeruk nipis

Riwayat Batagor

  

Batagor adalah makanan indonesia khas bandung, jawa barat. batagor diciptakan oleh seorang pria bernama isan asal bandung. pada awalnya isan adalah seorang pengangguran untuk mengisi kekosongannya isan memutuskan untuk ikut jualan bakso keliling. satu hari jualan isan tidak habis terjual dan isan tau jika dagangannya tidak bisa dijual lagi besok karna pasti akan basi.
saat itu isan berpikir kritis saja baso tahu kuskus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di gang situ dan ternyata mereka menyukainya. isan pun berfikir untuk menjual baso tahu gorengnya itu dengan nama batagor. mulai darisitu batagor mulai banyak di kenal oleh masyaraat indonesia dan menjadi makanan khas bandung.

tetangga

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
tetangga

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
tetangga

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b458

ini tulisan Herry Dim, saya posting untuk menambah pengetahuan tentang Bandung Bermula dari seorang bernama Isan yang memulai usaha baru di rumah kontraknya, Gang Situ Saeur, Bandung, pada perkiraan tahun 1970-1980an. Isan muda adalah anak perantauan asal Purwokerto (Jawa Tengah) yang mengadu nasib ke kota Bandung dengan niat mencari pekerjaan. Ternyata mencari pekerjaan di Bandung tidaklah mudah, sementara Isan pun menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Ia sempat lontang lantung selama tiga bulan tanpa ada yang mau menerimanya bekerja. Sekadar untuk mengisi waktu dan tidak menganggur,Isan memutuskan untuk ikut jualan baso keliling. Selama bertahun-tahun Isan melakoni masuk-keluar gang dengan pikulan dagangannya. Suatu ketika Isan mengalami dalam seharian itu dagangan tidak habis. Yang segera terpikirkan bahwa tentu dagangannya tak bisa dijual lagi keesokan harinya karena dipastikan telah basi. Untuk membuang dagangannya yang tak laku itu pun dirasakannya berat dan tentu saja sayang. Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Bbata bkjhdfiBermula dari seorang bernama Isan yang memulai usaha baru di rumah kontraknya, Gang Situ Saeur, Bandung, pada perkiraan tahun 1970-1980an. Isan muda adalah anak perantauan asal Purwokerto (Jawa Tengah) yang mengadu nasib ke kota Bandung dengan niat mencari pekerjaan. Ternyata mencari pekerjaan di Bandung tidaklah mudah, sementara Isan pun menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Ia sempat lontang lantung selama tiga bulan tanpa ada yang mau menerimanya bekerja. Sekadar untuk mengisi waktu dan tidak menganggur,Isan memutuskan untuk ikut jualan baso keliling. Selama bertahun-tahun Isan melakoni masuk-keluar gang dengan pikulan dagangannya. Suatu ketika Isan mengalami dalam seharian itu dagangan tidak habis. Yang segera terpikirkan bahwa tentu dagangannya tak bisa dijual lagi keesokan harinya karena dipastikan telah basi. Untuk membuang dagangannya yang tak laku itu pun dirasakannya berat dan tentu saja sayang. Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74 Berbagi atau setiap mengalami dagangannya tak habis terjual kemudian menggoreng dan membagikannya kepada para tetangga pun terus menjadi tradisi yang dilakukan Isan bertahun-tahun Sikap kedermawanan Isan kepada tetangga kian dikenal, dan rupanya para tetangga sudah mulai ketagihan oleh baso gorengnya. Maka ketika dagangan baso kukusnya laris, teman dan para tetangganya kerapmenanyakan baso tahu goreng yang biasanya ia bagi-bagikan itu. Di kemudian hari bahkan di antara mereka bermaksud membeli dan/atau tidak mau lagi mendapatkan gratisan. Sejak itu pula Isan atau pun para tetangga menyebut baso tahu goreng bikinan Isan itu dengan akronim “batagor.” Isan belakangan memutuskan untuk mulai merintis menjual baso tahu kukus yang digoreng pada tahun 1968. Setelah beberapa lama usaha rintisannya itu berjalan, pembeli dan pelanggannya ternyata kian berkembang, Isan mulai merasa kerepotan dalam hal proses dua tahap yaitu membuat terlebih dahulu baso tahu kukus baru kemudian menggorengnya. Isan melakukan percobaan dan kemudian mengubah cara, yaitu dengan mematangkan tanpa dikukus terlebih dahulu, melainkan dari adonan mentahnya langsung digoreng. Moda atau teknik inilah yang kemudian menjadi acuan umum pembuatan batagor. Usaha Isan pun kian berkembang, tak hanya masyarakat sekitar bahkan orang-orang dari daerah yang berjauhan pun mulai berdatangan untuk menikmati batagornya. Mulai pada tahun 1985 warung di tempat kontrakannya dirasakan tak memadai lagi untuk bisa menampung pelanggan, Isan kemudian pindah ke jalan Bojongloa No. 38 yaitu ke sebuah rumah yang relatif lebih luas. Usaha batagor Isan kian berkembang, dari hasil dagangnya antara lain ia berkesempatan dua kali ke tanah suci yaitu pada tahun 1991 dan 2003. Sepulang dari ibadah haji, merk dagangnya yang semula Batagor Isan diubah menjadi Batagor H. Isan, seperti yang kita kenal sekarang. H. Isan wafat pada tahun 2010 dalam usia 79 tahun, usaha dagannya diserahkan kepada salah satu keponakannya yaitu H. Suwarto karena H. Isan tidak memiliki anak kandung.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Bermula dari seorang bernama Isan yang memulai usaha baru di rumah kontraknya, Gang Situ Saeur, Bandung, pada perkiraan tahun 1970-1980an. Isan muda adalah anak perantauan asal Purwokerto (Jawa Tengah) yang mengadu nasib ke kota Bandung dengan niat mencari pekerjaan. Ternyata mencari pekerjaan di Bandung tidaklah mudah, sementara Isan pun menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Ia sempat lontang lantung selama tiga bulan tanpa ada yang mau menerimanya bekerja. Sekadar untuk mengisi waktu dan tidak menganggur,Isan memutuskan untuk ikut jualan baso keliling. Selama bertahun-tahun Isan melakoni masuk-keluar gang dengan pikulan dagangannya. Suatu ketika Isan mengalami dalam seharian itu dagangan tidak habis. Yang segera terpikirkan bahwa tentu dagangannya tak bisa dijual lagi keesokan harinya karena dipastikan telah basi. Untuk membuang dagangannya yang tak laku itu pun dirasakannya berat dan tentu saja sayang. Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74 Berbagi atau setiap mengalami dagangannya tak habis terjual kemudian menggoreng dan membagikannya kepada para tetangga pun terus menjadi tradisi yang dilakukan Isan bertahun-tahun Sikap kedermawanan Isan kepada tetangga kian dikenal, dan rupanya para tetangga sudah mulai ketagihan oleh baso gorengnya. Maka ketika dagangan baso kukusnya laris, teman dan para tetangganya kerapmenanyakan baso tahu goreng yang biasanya ia bagi-bagikan itu. Di kemudian hari bahkan di antara mereka bermaksud membeli dan/atau tidak mau lagi mendapatkan gratisan. Sejak itu pula Isan atau pun para tetangga menyebut baso tahu goreng bikinan Isan itu dengan akronim “batagor.” Isan belakangan memutuskan untuk mulai merintis menjual baso tahu kukus yang digoreng pada tahun 1968. Setelah beberapa lama usaha rintisannya itu berjalan, pembeli dan pelanggannya ternyata kian berkembang, Isan mulai merasa kerepotan dalam hal proses dua tahap yaitu membuat terlebih dahulu baso tahu kukus baru kemudian menggorengnya. Isan melakukan percobaan dan kemudian mengubah cara, yaitu dengan mematangkan tanpa dikukus terlebih dahulu, melainkan dari adonan mentahnya langsung digoreng. Moda atau teknik inilah yang kemudian menjadi acuan umum pembuatan batagor. Usaha Isan pun kian berkembang, tak hanya masyarakat sekitar bahkan orang-orang dari daerah yang berjauhan pun mulai berdatangan untuk menikmati batagornya. Mulai pada tahun 1985 warung di tempat kontrakannya dirasakan tak memadai lagi untuk bisa menampung pelanggan, Isan kemudian pindah ke jalan Bojongloa No. 38 yaitu ke sebuah rumah yang relatif lebih luas. Usaha batagor Isan kian berkembang, dari hasil dagangnya antara lain ia berkesempatan dua kali ke tanah suci yaitu pada tahun 1991 dan 2003. Sepulang dari ibadah haji, merk dagangnya yang semula Batagor Isan diubah menjadi Batagor H. Isan, seperti yang kita kenal sekarang. H. Isan wafat pada tahun 2010 dalam usia 79 tahun, usaha dagannya diserahkan kepada salah satu keponakannya yaitu H. Suwarto karena H. Isan tidak memiliki anak kandung.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Bermula dari seorang bernama Isan yang memulai usaha baru di rumah kontraknya, Gang Situ Saeur, Bandung, pada perkiraan tahun 1970-1980an. Isan muda adalah anak perantauan asal Purwokerto (Jawa Tengah) yang mengadu nasib ke kota Bandung dengan niat mencari pekerjaan. Ternyata mencari pekerjaan di Bandung tidaklah mudah, sementara Isan pun menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Ia sempat lontang lantung selama tiga bulan tanpa ada yang mau menerimanya bekerja. Sekadar untuk mengisi waktu dan tidak menganggur,Isan memutuskan untuk ikut jualan baso keliling. Selama bertahun-tahun Isan melakoni masuk-keluar gang dengan pikulan dagangannya. Suatu ketika Isan mengalami dalam seharian itu dagangan tidak habis. Yang segera terpikirkan bahwa tentu dagangannya tak bisa dijual lagi keesokan harinya karena dipastikan telah basi. Untuk membuang dagangannya yang tak laku itu pun dirasakannya berat dan tentu saja sayang. Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74 Berbagi atau setiap mengalami dagangannya tak habis terjual kemudian menggoreng dan membagikannya kepada para tetangga pun terus menjadi tradisi yang dilakukan Isan bertahun-tahun Sikap kedermawanan Isan kepada tetangga kian dikenal, dan rupanya para tetangga sudah mulai ketagihan oleh baso gorengnya. Maka ketika dagangan baso kukusnya laris, teman dan para tetangganya kerapmenanyakan baso tahu goreng yang biasanya ia bagi-bagikan itu. Di kemudian hari bahkan di antara mereka bermaksud membeli dan/atau tidak mau lagi mendapatkan gratisan. Sejak itu pula Isan atau pun para tetangga menyebut baso tahu goreng bikinan Isan itu dengan akronim “batagor.” Isan belakangan memutuskan untuk mulai merintis menjual baso tahu kukus yang digoreng pada tahun 1968. Setelah beberapa lama usaha rintisannya itu berjalan, pembeli dan pelanggannya ternyata kian berkembang, Isan mulai merasa kerepotan dalam hal proses dua tahap yaitu membuat terlebih dahulu baso tahu kukus baru kemudian menggorengnya. Isan melakukan percobaan dan kemudian mengubah cara, yaitu dengan mematangkan tanpa dikukus terlebih dahulu, melainkan dari adonan mentahnya langsung digoreng. Moda atau teknik inilah yang kemudian menjadi acuan umum pembuatan batagor. Usaha Isan pun kian berkembang, tak hanya masyarakat sekitar bahkan orang-orang dari daerah yang berjauhan pun mulai berdatangan untuk menikmati batagornya. Mulai pada tahun 1985 warung di tempat kontrakannya dirasakan tak memadai lagi untuk bisa menampung pelanggan, Isan kemudian pindah ke jalan Bojongloa No. 38 yaitu ke sebuah rumah yang relatif lebih luas. Usaha batagor Isan kian berkembang, dari hasil dagangnya antara lain ia berkesempatan dua kali ke tanah suci yaitu pada tahun 1991 dan 2003. Sepulang dari ibadah haji, merk dagangnya yang semula Batagor Isan diubah menjadi Batagor H. Isan, seperti yang kita kenal sekarang. H. Isan wafat pada tahun 2010 dalam usia 79 tahun, usaha dagannya diserahkan kepada salah satu keponakannya yaitu H. Suwarto karena H. Isan tidak memiliki anak kandung.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Bermula dari seorang bernama Isan yang memulai usaha baru di rumah kontraknya, Gang Situ Saeur, Bandung, pada perkiraan tahun 1970-1980an. Isan muda adalah anak perantauan asal Purwokerto (Jawa Tengah) yang mengadu nasib ke kota Bandung dengan niat mencari pekerjaan. Ternyata mencari pekerjaan di Bandung tidaklah mudah, sementara Isan pun menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Ia sempat lontang lantung selama tiga bulan tanpa ada yang mau menerimanya bekerja. Sekadar untuk mengisi waktu dan tidak menganggur,Isan memutuskan untuk ikut jualan baso keliling. Selama bertahun-tahun Isan melakoni masuk-keluar gang dengan pikulan dagangannya. Suatu ketika Isan mengalami dalam seharian itu dagangan tidak habis. Yang segera terpikirkan bahwa tentu dagangannya tak bisa dijual lagi keesokan harinya karena dipastikan telah basi. Untuk membuang dagangannya yang tak laku itu pun dirasakannya berat dan tentu saja sayang. Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74 Berbagi atau setiap mengalami dagangannya tak habis terjual kemudian menggoreng dan membagikannya kepada para tetangga pun terus menjadi tradisi yang dilakukan Isan bertahun-tahun Sikap kedermawanan Isan kepada tetangga kian dikenal, dan rupanya para tetangga sudah mulai ketagihan oleh baso gorengnya. Maka ketika dagangan baso kukusnya laris, teman dan para tetangganya kerapmenanyakan baso tahu goreng yang biasanya ia bagi-bagikan itu. Di kemudian hari bahkan di antara mereka bermaksud membeli dan/atau tidak mau lagi mendapatkan gratisan. Sejak itu pula Isan atau pun para tetangga menyebut baso tahu goreng bikinan Isan itu dengan akronim “batagor.” Isan belakangan memutuskan untuk mulai merintis menjual baso tahu kukus yang digoreng pada tahun 1968. Setelah beberapa lama usaha rintisannya itu berjalan, pembeli dan pelanggannya ternyata kian berkembang, Isan mulai merasa kerepotan dalam hal proses dua tahap yaitu membuat terlebih dahulu baso tahu kukus baru kemudian menggorengnya. Isan melakukan percobaan dan kemudian mengubah cara, yaitu dengan mematangkan tanpa dikukus terlebih dahulu, melainkan dari adonan mentahnya langsung digoreng. Moda atau teknik inilah yang kemudian menjadi acuan umum pembuatan batagor. Usaha Isan pun kian berkembang, tak hanya masyarakat sekitar bahkan orang-orang dari daerah yang berjauhan pun mulai berdatangan untuk menikmati batagornya. Mulai pada tahun 1985 warung di tempat kontrakannya dirasakan tak memadai lagi untuk bisa menampung pelanggan, Isan kemudian pindah ke jalan Bojongloa No. 38 yaitu ke sebuah rumah yang relatif lebih luas. Usaha batagor Isan kian berkembang, dari hasil dagangnya antara lain ia berkesempatan dua kali ke tanah suci yaitu pada tahun 1991 dan 2003. Sepulang dari ibadah haji, merk dagangnya yang semula Batagor Isan diubah menjadi Batagor H. Isan, seperti yang kita kenal sekarang. H. Isan wafat pada tahun 2010 dalam usia 79 tahun, usaha dagannya diserahkan kepada salah satu keponakannya yaitu H. Suwarto karena H. Isan tidak memiliki anak kandung.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589
Bermula dari seorang bernama Isan yang memulai usaha baru di rumah kontraknya, Gang Situ Saeur, Bandung, pada perkiraan tahun 1970-1980an. Isan muda adalah anak perantauan asal Purwokerto (Jawa Tengah) yang mengadu nasib ke kota Bandung dengan niat mencari pekerjaan. Ternyata mencari pekerjaan di Bandung tidaklah mudah, sementara Isan pun menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Ia sempat lontang lantung selama tiga bulan tanpa ada yang mau menerimanya bekerja. Sekadar untuk mengisi waktu dan tidak menganggur,Isan memutuskan untuk ikut jualan baso keliling. Selama bertahun-tahun Isan melakoni masuk-keluar gang dengan pikulan dagangannya. Suatu ketika Isan mengalami dalam seharian itu dagangan tidak habis. Yang segera terpikirkan bahwa tentu dagangannya tak bisa dijual lagi keesokan harinya karena dipastikan telah basi. Untuk membuang dagangannya yang tak laku itu pun dirasakannya berat dan tentu saja sayang. Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74 Berbagi atau setiap mengalami dagangannya tak habis terjual kemudian menggoreng dan membagikannya kepada para tetangga pun terus menjadi tradisi yang dilakukan Isan bertahun-tahun Sikap kedermawanan Isan kepada tetangga kian dikenal, dan rupanya para tetangga sudah mulai ketagihan oleh baso gorengnya. Maka ketika dagangan baso kukusnya laris, teman dan para tetangganya kerapmenanyakan baso tahu goreng yang biasanya ia bagi-bagikan itu. Di kemudian hari bahkan di antara mereka bermaksud membeli dan/atau tidak mau lagi mendapatkan gratisan. Sejak itu pula Isan atau pun para tetangga menyebut baso tahu goreng bikinan Isan itu dengan akronim “batagor.” Isan belakangan memutuskan untuk mulai merintis menjual baso tahu kukus yang digoreng pada tahun 1968. Setelah beberapa lama usaha rintisannya itu berjalan, pembeli dan pelanggannya ternyata kian berkembang, Isan mulai merasa kerepotan dalam hal proses dua tahap yaitu membuat terlebih dahulu baso tahu kukus baru kemudian menggorengnya. Isan melakukan percobaan dan kemudian mengubah cara, yaitu dengan mematangkan tanpa dikukus terlebih dahulu, melainkan dari adonan mentahnya langsung digoreng. Moda atau teknik inilah yang kemudian menjadi acuan umum pembuatan batagor. Usaha Isan pun kian berkembang, tak hanya masyarakat sekitar bahkan orang-orang dari daerah yang berjauhan pun mulai berdatangan untuk menikmati batagornya. Mulai pada tahun 1985 warung di tempat kontrakannya dirasakan tak memadai lagi untuk bisa menampung pelanggan, Isan kemudian pindah ke jalan Bojongloa No. 38 yaitu ke sebuah rumah yang relatif lebih luas. Usaha batagor Isan kian berkembang, dari hasil dagangnya antara lain ia berkesempatan dua kali ke tanah suci yaitu pada tahun 1991 dan 2003. Sepulang dari ibadah haji, merk dagangnya yang semula Batagor Isan diubah menjadi Batagor H. Isan, seperti yang kita kenal sekarang. H. Isan wafat pada tahun 2010 dalam usia 79 tahun, usaha dagannya diserahkan kepada salah satu keponakannya yaitu H. Suwarto karena H. Isan tidak memiliki anak kandung.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589v
Bermula dari seorang bernama Isan yang memulai usaha baru di rumah kontraknya, Gang Situ Saeur, Bandung, pada perkiraan tahun 1970-1980an. Isan muda adalah anak perantauan asal Purwokerto (Jawa Tengah) yang mengadu nasib ke kota Bandung dengan niat mencari pekerjaan. Ternyata mencari pekerjaan di Bandung tidaklah mudah, sementara Isan pun menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Ia sempat lontang lantung selama tiga bulan tanpa ada yang mau menerimanya bekerja. Sekadar untuk mengisi waktu dan tidak menganggur,Isan memutuskan untuk ikut jualan baso keliling. Selama bertahun-tahun Isan melakoni masuk-keluar gang dengan pikulan dagangannya. Suatu ketika Isan mengalami dalam seharian itu dagangan tidak habis. Yang segera terpikirkan bahwa tentu dagangannya tak bisa dijual lagi keesokan harinya karena dipastikan telah basi. Untuk membuang dagangannya yang tak laku itu pun dirasakannya berat dan tentu saja sayang. Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74 Berbagi atau setiap mengalami dagangannya tak habis terjual kemudian menggoreng dan membagikannya kepada para tetangga pun terus menjadi tradisi yang dilakukan Isan bertahun-tahun Sikap kedermawanan Isan kepada tetangga kian dikenal, dan rupanya para tetangga sudah mulai ketagihan oleh baso gorengnya. Maka ketika dagangan baso kukusnya laris, teman dan para tetangganya kerapmenanyakan baso tahu goreng yang biasanya ia bagi-bagikan itu. Di kemudian hari bahkan di antara mereka bermaksud membeli dan/atau tidak mau lagi mendapatkan gratisan. Sejak itu pula Isan atau pun para tetangga menyebut baso tahu goreng bikinan Isan itu dengan akronim “batagor.” Isan belakangan memutuskan untuk mulai merintis menjual baso tahu kukus yang digoreng pada tahun 1968. Setelah beberapa lama usaha rintisannya itu berjalan, pembeli dan pelanggannya ternyata kian berkembang, Isan mulai merasa kerepotan dalam hal proses dua tahap yaitu membuat terlebih dahulu baso tahu kukus baru kemudian menggorengnya. Isan melakukan percobaan dan kemudian mengubah cara, yaitu dengan mematangkan tanpa dikukus terlebih dahulu, melainkan dari adonan mentahnya langsung digoreng. Moda atau teknik inilah yang kemudian menjadi acuan umum pembuatan batagor. Usaha Isan pun kian berkembang, tak hanya masyarakat sekitar bahkan orang-orang dari daerah yang berjauhan pun mulai berdatangan untuk menikmati batagornya. Mulai pada tahun 1985 warung di tempat kontrakannya dirasakan tak memadai lagi untuk bisa menampung pelanggan, Isan kemudian pindah ke jalan Bojongloa No. 38 yaitu ke sebuah rumah yang relatif lebih luas. Usaha batagor Isan kian berkembang, dari hasil dagangnya antara lain ia berkesempatan dua kali ke tanah suci yaitu pada tahun 1991 dan 2003. Sepulang dari ibadah haji, merk dagangnya yang semula Batagor Isan diubah menjadi Batagor H. Isan, seperti yang kita kenal sekarang. H. Isan wafat pada tahun 2010 dalam usia 79 tahun, usaha dagannya diserahkan kepada salah satu keponakannya yaitu H. Suwarto karena H. Isan tidak memiliki anak kandung.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kyaimatdon/sejarah-batagor-pertama-di-bandung_553011dd6ea834701b8b4589